Berawal dari beberapa masukan, pertanyaan dan mimpi dari segelintir orang yang sangat peduli dan ingin memajukan kondisi perpustakaan dan kepustakawanan sekolah di Indonesia, tercetuslah ide untuk mengadakan suatu pertemuan yang bernuansa informal tapi tetap sarat makna.
Setelah tercapai suatu kesepakatan antara rekan-rekan di British International School Jakarta dengan ibu Eko Wiyanti dari sekolah Santa Laurensia, juga atas dukungan dari pihak manajemen British International School –selanjutnya disebut BIS-, maka diputuskanlah tanggal 1 oktober 2005 sebagai titik awal pertemuan para pustakawan sekolah. Undangan pun disebar. BIS selaku tuan rumah menyiapkan seluruh keperluan acara tersebut.
Sabtu itu, tanggal 1 Oktober 2005 di BIS -bertepatan dengan kejadian bom Bali—berkumpul sekitar 50 pustakawan sekolah. Acara PIPS I ini diisi oleh beberapa pembicara, diantaranya ibu Diao Ailien dari UNIKA Atmajaya dan ibu Titi Chandrawati dari Universitas Terbuka. Salah satu topik yang dibahas yaitu mengenai hasil penelitian mereka – yang telah dipresentasikan dalam pertemuan UNESCO di Bangkok, Thailand -tentang kondisi penerapan literasi informasi di Indonesia. Dalam pertemuan tersebut,
Profesor Sulistyo Basuki – Guru Besar Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Indonesia - juga turut membagi ilmunya mengenai pentingnya perpustakaan sekolah yang berjejaring.
Melihat pentingnya pertemuan ini dan tidak ingin kehilangan tali jejaring yang sudah terbentuk, disepakati saat itu juga waktu untuk pertemuan selanjutnya, beserta topik-topik yang dianggap penting untuk menjadi bahan diskusi. Raffles Christian International School (selanjutnya disebut RCIS) ditentukan sebagai tempat pertemuan selanjutnya. Kali ini, banyak teman-teman yang bersedia terlibat didalamnya. Diantaranya yaitu bu Fransisca Messakh dari Sekolah Pelita Harapan Karawaci, Yayah Mardiah selaku tuan rumah, ibu Eko Wiyanti dari sekolah Santa Laurensia dan juga teman-teman dari BIS.
Sabtu, 25 Februari 2006 di RCIS Pondok Indah acara PIPS 2 berlangsung masih tanpa dipungut bayaran. Beberapa pakar yang kompeten dibidangnya turut memeriahkan acara ini. Pada sesi pembuka, David Cameron, Kepala sekolah High School SPH Karawaci dan Simon Gower, yang saat itu menjadi principal RCIS, juga ambil bagian. Bu Endang Ernawati dari Universitas Bina Nusantara, Profesor Sulistyo-Basuki, Ratna Tan SPH Cikarang dan Jenny Aritonang dari SPH Karawaci, Dhama Gustiar dari Sekolah Stella Marris membagi ilmu yang mereka miliki pada kesempatan kali ini. Teman-teman distributor buku – yang banyak membantu dalam sesi pendanaan- juga turut meramaikan acara dengan menggelar produk mereka. Pada akhir acara, banyak masukan yang sampai ke telinga panitia bahwa acara ini dikemas terlalu cepat dan terburu-buru. Masukan positif untuk panitia, sebetulnya. PIPS 2 dinilai inspiratif oleh peserta khususnya bagi profesi pustakawan sekolah. Good insights…
Sekali lagi, karena adanya keinginan untuk terus menjaga tali jejaring yang kian meluas, pertemuan selanjutnya pun disepakati. Jakarta Timur, adalah daerah tujuan selanjutnya. Daerah ini memerlukan banyak bantuan untuk pengembangan perpustakaan sekolah. Sekolah Sevila, Sekolah Islam Tugasku dan St Pieters, disepakati untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan, yang rencananya diadakan di awal Agustus tahun 2006.
Bulan Juni, rapat awal dilaksanakan, di library@senayan setelah sebelumnya dengan menggunakan kecanggihan teknologi, e-meeting dilakukan. Ternyata perencanaan berjalan dengan beragam perubahan. Berbeda dengan rencana awal, PIPS berkembang menjadi Seminar Perpustakaan Sekolah yang digelar bekerja sama dengan Perpustakaan Nasional. Tak lama kemudian, bergabunglah Forum Perpustakaan Sekolah Indonesia –selanjutnya disebut FPSI- dalam kepanitiaan seminar ini. Kegiatan ini terus berkembang dan akhirnya kedua asosiasi ini, yaitu APISI dan FPSI bekerja sama dibawah payung Perpustakaan Nasional, dalam menyelenggarakan Seminar Perpustakaan Sekolah yang berlangsung pada tanggal 19 dan 20 September 2006.
Ada beberapa perubahan dalam persiapan kerja kolaborasi untuk acara Seminar Perpustakaan Sekolah ini. Dengan segala keterbatasan waktu dan sumber daya yang ada, maka PIPS 3 direncanakan untuk dilakukan dengan sesegera mungkin di akhir bulan Agustus 2006. Acara ini sekaligus mendeklarasikan berdirinya APISI. Dengan niat awal ingin menjangkau wilayah luar Jakarta dan mencari suasana baru, kota BOGOR ditetapkan sebagai tujuan berikutnya.
Sabtu, 26 Agustus 2006 di Hotel Butik Sahira, Bogor, berkumpul kira-kira 75 peserta untuk acara PIPS 3 dan deklarasi. Kali ini, demi kenyamanan bersama, acara PIPS 3 dipungut biaya. Beruntung panitia bisa mengundang pak Putu Laxman Pendit untuk berbicara tentang Literasi Informasi dan membahas tentang Profesionalisme. Pada kesempatan ini, Hanna Latuputty juga membagi apa yang didapatnya dari IWIL (International Workshop on Information
Literacy) Selangor, Malaysia. Sesi demi sesi berlangsung termasuk sesi deklarasi yang dinilai alot. Dalam waktu kurang lebih 2 jam, dibawah presidium yang dipimpin oleh Sulfan Zayd, akhirnya lahirlah Asosiasi Pekerja Informasi Sekolah Indonesia (APISI).
Kepengurusan APISI sudah dibentuk, program-program sudah dikembangkan, dan perjalanan memajukan dunia
kepustakawanan baru saja melintasi garis START. Segala bentuk dukungan, masukan, dan keinginan untuk berbagi dan membangun diri sendiri dan orang lain sangat diharapkan menjadi kekuatan dari asosiasi ini, karena APISI hanya kendaraan untuk memajukan profesi dan kepustakawanan sekolah di Indonesia.
Setelah tercapai suatu kesepakatan antara rekan-rekan di British International School Jakarta dengan ibu Eko Wiyanti dari sekolah Santa Laurensia, juga atas dukungan dari pihak manajemen British International School –selanjutnya disebut BIS-, maka diputuskanlah tanggal 1 oktober 2005 sebagai titik awal pertemuan para pustakawan sekolah. Undangan pun disebar. BIS selaku tuan rumah menyiapkan seluruh keperluan acara tersebut.
Sabtu itu, tanggal 1 Oktober 2005 di BIS -bertepatan dengan kejadian bom Bali—berkumpul sekitar 50 pustakawan sekolah. Acara PIPS I ini diisi oleh beberapa pembicara, diantaranya ibu Diao Ailien dari UNIKA Atmajaya dan ibu Titi Chandrawati dari Universitas Terbuka. Salah satu topik yang dibahas yaitu mengenai hasil penelitian mereka – yang telah dipresentasikan dalam pertemuan UNESCO di Bangkok, Thailand -tentang kondisi penerapan literasi informasi di Indonesia. Dalam pertemuan tersebut,
Profesor Sulistyo Basuki – Guru Besar Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Indonesia - juga turut membagi ilmunya mengenai pentingnya perpustakaan sekolah yang berjejaring.
Melihat pentingnya pertemuan ini dan tidak ingin kehilangan tali jejaring yang sudah terbentuk, disepakati saat itu juga waktu untuk pertemuan selanjutnya, beserta topik-topik yang dianggap penting untuk menjadi bahan diskusi. Raffles Christian International School (selanjutnya disebut RCIS) ditentukan sebagai tempat pertemuan selanjutnya. Kali ini, banyak teman-teman yang bersedia terlibat didalamnya. Diantaranya yaitu bu Fransisca Messakh dari Sekolah Pelita Harapan Karawaci, Yayah Mardiah selaku tuan rumah, ibu Eko Wiyanti dari sekolah Santa Laurensia dan juga teman-teman dari BIS.
Sabtu, 25 Februari 2006 di RCIS Pondok Indah acara PIPS 2 berlangsung masih tanpa dipungut bayaran. Beberapa pakar yang kompeten dibidangnya turut memeriahkan acara ini. Pada sesi pembuka, David Cameron, Kepala sekolah High School SPH Karawaci dan Simon Gower, yang saat itu menjadi principal RCIS, juga ambil bagian. Bu Endang Ernawati dari Universitas Bina Nusantara, Profesor Sulistyo-Basuki, Ratna Tan SPH Cikarang dan Jenny Aritonang dari SPH Karawaci, Dhama Gustiar dari Sekolah Stella Marris membagi ilmu yang mereka miliki pada kesempatan kali ini. Teman-teman distributor buku – yang banyak membantu dalam sesi pendanaan- juga turut meramaikan acara dengan menggelar produk mereka. Pada akhir acara, banyak masukan yang sampai ke telinga panitia bahwa acara ini dikemas terlalu cepat dan terburu-buru. Masukan positif untuk panitia, sebetulnya. PIPS 2 dinilai inspiratif oleh peserta khususnya bagi profesi pustakawan sekolah. Good insights…
Sekali lagi, karena adanya keinginan untuk terus menjaga tali jejaring yang kian meluas, pertemuan selanjutnya pun disepakati. Jakarta Timur, adalah daerah tujuan selanjutnya. Daerah ini memerlukan banyak bantuan untuk pengembangan perpustakaan sekolah. Sekolah Sevila, Sekolah Islam Tugasku dan St Pieters, disepakati untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan, yang rencananya diadakan di awal Agustus tahun 2006.
Bulan Juni, rapat awal dilaksanakan, di library@senayan setelah sebelumnya dengan menggunakan kecanggihan teknologi, e-meeting dilakukan. Ternyata perencanaan berjalan dengan beragam perubahan. Berbeda dengan rencana awal, PIPS berkembang menjadi Seminar Perpustakaan Sekolah yang digelar bekerja sama dengan Perpustakaan Nasional. Tak lama kemudian, bergabunglah Forum Perpustakaan Sekolah Indonesia –selanjutnya disebut FPSI- dalam kepanitiaan seminar ini. Kegiatan ini terus berkembang dan akhirnya kedua asosiasi ini, yaitu APISI dan FPSI bekerja sama dibawah payung Perpustakaan Nasional, dalam menyelenggarakan Seminar Perpustakaan Sekolah yang berlangsung pada tanggal 19 dan 20 September 2006.
Ada beberapa perubahan dalam persiapan kerja kolaborasi untuk acara Seminar Perpustakaan Sekolah ini. Dengan segala keterbatasan waktu dan sumber daya yang ada, maka PIPS 3 direncanakan untuk dilakukan dengan sesegera mungkin di akhir bulan Agustus 2006. Acara ini sekaligus mendeklarasikan berdirinya APISI. Dengan niat awal ingin menjangkau wilayah luar Jakarta dan mencari suasana baru, kota BOGOR ditetapkan sebagai tujuan berikutnya.
Sabtu, 26 Agustus 2006 di Hotel Butik Sahira, Bogor, berkumpul kira-kira 75 peserta untuk acara PIPS 3 dan deklarasi. Kali ini, demi kenyamanan bersama, acara PIPS 3 dipungut biaya. Beruntung panitia bisa mengundang pak Putu Laxman Pendit untuk berbicara tentang Literasi Informasi dan membahas tentang Profesionalisme. Pada kesempatan ini, Hanna Latuputty juga membagi apa yang didapatnya dari IWIL (International Workshop on Information
Literacy) Selangor, Malaysia. Sesi demi sesi berlangsung termasuk sesi deklarasi yang dinilai alot. Dalam waktu kurang lebih 2 jam, dibawah presidium yang dipimpin oleh Sulfan Zayd, akhirnya lahirlah Asosiasi Pekerja Informasi Sekolah Indonesia (APISI).
Kepengurusan APISI sudah dibentuk, program-program sudah dikembangkan, dan perjalanan memajukan dunia
kepustakawanan baru saja melintasi garis START. Segala bentuk dukungan, masukan, dan keinginan untuk berbagi dan membangun diri sendiri dan orang lain sangat diharapkan menjadi kekuatan dari asosiasi ini, karena APISI hanya kendaraan untuk memajukan profesi dan kepustakawanan sekolah di Indonesia.